Jepang adalah negara yang dimata orang Indonesia adalah negara yang perkembangan teknologinya sangat maju dan mempunyai disiplin hukum yang kuat pula, tak heran pastinya banyak dari kita menjadikan jepang sebagai negara yang patut untuk menjadi contoh sebuah negara yang ideal.
Akan tetapi dibalik semua kemegahan yang dimiliki negara yang sering disebut negeri sakura ini menyimpan banyak sekali permasalahan sosial yang mungkin luput dari mata kita.
Meski secara ekonomi jepang adalah negara yang bisa dibilang sangat berhasil tapi banyak sekali permasalahan korporasi di jepang seperti work hour untuk para pekerja yang sangat tidak manusiawi, coba bayangin ada lho perusahaan di jepang yang memiliki waktu kerja dari jam 9 pagi hingga jam 9 malam, Kamu pasti mikir ginikan “ kan waktu istirahatnya masih termasuk banyak” bagi kamu yang berpikiran seperti itu nampaknya harus mikirin lagi deh karena di jepang ada budaya Nomikai yaitu kegiatan minum sake sehabis kerja yang biasanya di inisiasi oleh para senior di perusahaan tersebut. Jadi aktivitas tersebut pun akan memakan waktu yang seharusnya digunakan untuk istirahat. Maka tak heran di kota besar seperti Tokyo banyak pekerja yang karena mabuk berat ketinggalan kereta dan akhirnya tertidur di emperan stasiun. Dengan gambaran keadaan sosial yang seperti itu tak heran orang jepang rasanya sulit sekali menikmati hidup karena harus berkutat aktivitas padat yang berulang setiap minggunya.
Dengan aktivitas yang sangat padat ditambah rasa ekspektasi lingkungan yang tinggi membuat orang jepang sangat mudah mengalami stress yang berakibat pada kasus yang akan kita bahas secara lengkap yaitu Hikikomori dan yang paling terekstrim adalah bunuh diri, tahukah kamu bahwa jepang adalah salah satu negara yang tingkat kasus bunuh dirinya tertinggi di dunia, bahkan di jepang ada suatu hutan yang sudah menjadi landmark bagi orang untuk bunuh diri.
Contoh lain permasalahan sosial yang menimpa negeri sakura adalah kurang nya angka kelahiran di negara tersebut yang disebabkan banyak faktor mulai dari biaya hidup yang tinggi sehingga sulit bagi muda mudi di jepang untuk berkomitmen untuk berkeluarga hingga kesibukan yang padat membuat gairah untuk berhubungan intim juga menurun. Sungguh sebuah ironi karena Jepang adalah salah satu negara pemroduksi Film dewasa terbesar yang ada di dunia.
Kenapa kami harus membahas itu semua karena membahas fenomena seperti Hikikomori tidak bisa dilepaskan begitu saja dari permasalahan sosial jepang yang sebenarnya menjadi alasan fundamental dari terbentuknya fenomena ini Hikikomori ini.
Apa Sih Hikikomori Itu?
Pada dasarnya Hikikomori itu adalah salah satu kalimat dalam bahasa Jepang yang berarti menyendiri ataupun membatasi diri. Menurut kementerian kesehatan Jepang Hikikomori adalah istilah yang di peruntukan orang orang yang tidak ingin pergi keluar rumah dengan cara mengisolasi diri di dalam ruangan tanpa bersosialisasi dengan dunia luar selama minimal 6 bulan.
Menurut data dari laman detikhealth hampir sekitar 700 orang menghilangkan diri dari kehidupan sosial seperti tidak bekerja, tidak bercengkrama dengan orang, media sosial tidak aktif dan sulit dihubungi.
Bagi Hikikomori yang sudah dewasa mereka mungkin bisa bekerja secara online tapi malahan banyak penderita Hikikomori masilah berusia muda yang pastinya sangat membebani orangtua dan keluarga terdekat.
Seorang Hikikomori merasa sangat nyaman di kurungan yang mereka ciptakan sendiri, bahkan ada kecenderungan stress dan ketakutan yang berlebih jika kita mencoba memaksakan mereka untuk keluar dari tempat yang mereka anggap tempat teraman yang ada di dunia.
Lalu Apakah Hikikomori Ini Adalah Penyakit Mental
Banyak indikasi yang kuat untuk mengkategorikan Hikikomori sebagai penyakit mental, tapi menurut banyak sumber fenomena ini belum bisa dikategorikan sebagai penyakit mental hal ini dikarenakan adanya kesadaran akan pilihan untuk menjalani kehidupan dengan mengurung diri yang membuat dia aman. Karena hal tersebut Hikikomori bisa juga dikatakan lifestyle yang memang sudah berkembang sehingga sulit rasanya mengkategorikannya sebagai “ Kelainan “ atas pilihan gaya hidup mereka.
Meskipun begitu Hikikomori juga disebut dari gejala awal penyakit mental yang bernama agorafobia yaitu kecemasan yang berlebihan ketika berada di tempat yang ramai yang mengakibatkan perasaan panik, tak berdaya, memalukan dan merasa terjebak.
Bagi orang jepang isu tentang kesehatan mental jarang dibicarakan di ruang publik karena dianggap sebuah Aib dan Tabu sehingga harus ditutupi, tapi hal ini berakibat dengan semakin tingginya kasus fenomena Hikikomori di negara tersebut. Paling parah sampai menghilangkan jejak dirinya agar tidak dicari lagi oleh orang lain.
Hikikomori Di Indonesia
Budaya dan mindset orang indonesia tentulah sangat jauh berbeda dengan orang jepang, tekanan hidup di indonesia pun sebenarnya masih kalah jauh dengan payang dihadapi oleh orang jepang setiap harinya. Kasus isolasi diri di indonesia masihlah digolongkan cukup rendah karena budaya kita yang mudah berkumpul membuat fenomena seperti Hikikomori dapat lebih direndam karena ruang untuk selalu sendiri yang cukup kecil di Indonesia.
Tapi hal ini bukan berarti indikator kemunculan fenomena ini juga kosong, banyak dilaporkan anak remaja yang “bisanya” menyenangi produk dan culture Jepang yang mulai melihat ini sebagai gaya hidup yang keren. Biasanya kasus Hikikomori di indonesia diawali oleh anak remaja yang lebih suka mengurung diri dengan bermain video game ataupun membaca komik.
Dan parahnya lagi orang indonesia yang mengalami fenomena ini datang dari keluarga menengah tengah dan juga ke bawah berbeda dengan orang jepang dimana kasus lebih banyak dialami dari keluarga yang berkecukupan.
Baca juga: Mengenal Apa Itu Glossophobia, Penyebab, dan Cara Mengatasinya
Demikianlah pembahasan kami tentang Apa itu Hikikomori, semoga dengan penjelasan dari kami ada sedikit pelajaran yang dipetik agar kamu menjadi manusia yang lebih baik lagi setiap harinya.